Jumat,17 Juli 2012 yang lalu saya tiba di Hat Yai Thailand. Setibanya itu, saya mencari bis untuk ke Bangkok, tujuan pertama saya ke Thailand ialah Bangkok. Mencari bis menuju ke Bangkok pada pagi itu tidaklah mudah. Semua menetapkan harga yang tinggi. Membuat saya berpikir hingga berkali-kali. Untung dari tempat pemberhentian bis saya itu tidak jauh dari stasiun kereta api, setelah melihat harga yang di tawarkan oleh kasir stasiun kereta api, membuat saya memilih menggunakan kereta api untuk ke Bangkok.
Setelah mendapatkan tiket kereta api,saya berjalan mencari
masjid untuk melakukan solat Jumat. Kebetulan saya tiba di Hat Yai hari Jumat. Lokasi stasiun kereta
api Hat Yai tidak jauh dari masjid. Berbekal peta yang diberikan oleh
petugas informasi di stasiun. Saya pun melangkah menuju masjid tersebut.
Dalam perjalanan saya dapat memperhatikan sekeliling kota Hat Yai yang tidak
begitu ramai dan tidak begitu sepi. Semua manusia memiliki aktivitasnya
masing-masing. Kebetulan kawasan masjid tersebut dekat dengan pasar
tradisional.
Setibanya di masjid, saya beristirahat sejenak melepas segala
lelah selama perjalanan yang cukup memakan tenaga dan waktu. Masjid tersebut
bernama Masjid Pakistan Hat Yai Thailand, masjid yang mayoritas jamaahnya
berasal dari bangsa melayu. Perjalanan jauh menuju Thailand yang ditempuh menggunakan
bis dari Bugis Street Singapura ke Johor Baru,Malaysia dan dilanjutkan ke Pudu
Raya,Kualalumpur,Malaysia hingga tiba di Hatyai Thailand membuat diri saya
sangat lelah.
Di salah satu sudut masjid itu saya beristirahat sejenak. Saya
terpikir saya belum mandi selama berjam-jam, hingga saya keluarkan alat mandi
saya, kemudian bergegas ke kamar kecil untuk mengembalikan kesegaran tubuh
saya. Dengan mandi saya dapat merasakan segarnya dunia, bayangkan selama dua
hari saya belum mandi. Badan sudah segar saya pun bergegas menuju ke dalam masjid, saat
saya sedang santai menunggu solat Jumat. Seseorang menghampiri saya, saya pun
menyambut hangat kedatangnya. Ia melihat bawaan saya cukup banyak. Ia bertanya
dengan menggunakan bahasa Thailand, saya jawab juga dengan bahasa thailand yang
artinya “maaf saya tidak bisa bahasa Thailand, saya Indonesia” Ia pun tidak
merasa heran dan ia langsung menjawab dengan menggunakan bahasa Melayu
“Thailand dan Indonesia wajahnya mirip”. Saya pun tertawa karena setiap
perjalanan menuju thailand banyak yang bicara dengan saya dengan bahasa
Thailand namun saya hanya mampu memberikan senyuman.
Nama orang itu ialah bapak H. Romli. Ia merupakan keturunan bangsa
minangkabau. Namun ia tidak pernah pergi ke daerah nenek moyangnya itu berasal.
Bapak Romli sangatlah ramah. Ia bercerita banyak tentang Indonesia dan
Thailand. Saya cukup senang ternyata ada orang yang mampu berbahasa melayu di
tengah banyaknya yang berbahasa Thailand yang membuat saya sangat kesulitan.
Apalagi di Hat Yai itu mayoritas penduduknya tidak bisa berbahasa Inggris.
Alhasil pertemuan saya dengan bapak H. Romli itu diisi oleh pertanyaan
mengenai bagaimana cara menuju Bangkok. Ia memberi petunjuk untuk naik kereta
api, karena lebih murah dan lumayan cepat di bandingkan bis. Namun jika saya ingin
lebih nyaman dan lebih cepat, saya perlu mengeluarkan uang baht lebih untuk
membayar mobil van. jelas pilihan menaiki naik van saya tidak ambil.
Sedang asyik mengobrol dengan bapak H. Romli seseorang berbaju
putih, menggunakan penutup kepala putih berjalan pincang menghampiri kami. ia
tidak bisa berbahasa Thailand maupun Melayu, ia hanya bisa berbahasa Inggris. Orang tersebut bernama Hamid, ia berasal dari India. Ia sangat
tertarik mendengar obrolan kami. Namun kendala bahasa membuat ia tidak
mengerti. Setelah cukup panjang lebar bapak H. Romli pun berjalan pergi, saya
pun lanjut ngobrol dengan Hamid, kami banyak membicarakan mengenai
India,Indonesia,Thailand.
“100 rupee = 100 baht, Thailand negara yang terjangkau bagi
saya”, kata hamid
“kalau negara saya 30.000 rupiah = 100 baht” balas saya
“kenapa Indonesia uangnya terlalu murah”
“saya hanya menjawab dengan senyum”
Dengan menunjukan uang 5000 rupiah ke saya Hamid bertanya,” jadi
berapa baht jika saya mau tukar ?”
“Sekitar 16 baht”
“kecil sekali, padahal nolnya banyak” Kami pun tertawa
Hamid merupakan pengembara dari India, misinya ialah berdakwah.
Sambil mengobrol, ia menunjukan paspor dan mata uang negara-negara yang pernah
ia singgahi. Hampir seluruh Asia ia pernah kunjungi, kecuali Korea dan Jepang.
Melihat sosoknya saya belum ada apa-apanya, saya baru tiga negara. Dan misi
saya tidak sama dengan Hamid yang berkelana menyebar dakwaah, saya hanya
mencari pengalaman dan menulis pengalaman itu kedalam komputer dan saya sebar
tulisan-tulisan itu ke dunia maya ataupun dunia nyata.
“Hamid bertanya, siapa nama kamu ?”
“Nama saya Pria, jawab saya”
“Priya?”
“Iyaa, pria”
“Pria di India artinya cantik / Indah. Tidak ada laki-laki di
India bernama pria”
Saya pun tertawa mendengarnya
“Di negara saya Indonesia, Pria itu artinya laki-laki”
“Sama bahasa beda arti,yah”
Kami pun tertawa.
Cukup lama kami mengobrol, Hamid pun minta izin karena waktu solat
Jumat mau masuk namun dirinya belum membersihkan tubuhnya dengan mandi.
Masjid Paskitan, Hat Yai, memang tempat yang cukup enak untuk
musafir singgah, disana terdapat air minum yang disediakan oleh petugas masjid.
Tempat air minum itu berupa galon raksasa, kita bisa meminum air dingin atau
hangat. Kebetulan saya membawa botol minum saya pun mengisinya hingga penuh
untuk bekal minum di jalan. Di masjid itu pun terdapat kamar mandi yang cukup
banyak dan dapur yang cukup luas.
Setelah saya di tinggal oleh Hamid dan bapak H. Romli seseorang
berbaju hitam menghampiri saya. Ia mengaku berasaal dari solo yang sekarang
bertempat tinggal di daerah Kalimantan Barat. Saya cukup senang bertemu dengan
orang Indonesia karena walau saya di negara asing, yang serba asing membuat
saya dekat dengan negara saya,Indonesia.
Ia bernama bapak Tan Mala. Ia berada di Thailand itu karena misi
dakwaah. Sudah cukup banyak negara ASEAN yang ia singgahi. Baru saja ia pulang
dari Kamboja kemudian ke Thailand lalu balik lagi ke Indonesia.
Ia menawari saya untuk bergabung bersama kelompoknya untuk
menyebar dakwah di ASEAN, bahkan jika nanti saya bagus dalam berdakwah bisa
keliling Eropa katanya. Dari tawaran tersebut jelas sangat menggoda. Siapa
yang tidak mau berkeliling Eropa. Namun saya paham betul siapa saya. Saya belum
mampu untuk menyebar dakwah. Saya menolak secara halus dari tawarannya itu.
Dengan panjang lebar ia menceritakan kisah perjalanan dakwahnya
itu. Lumayan lama bapak Tan Mala bercerita hingga waktu solat Jumat pun tiba. Setelah selesai solat Jumat saya pun bergegas menuju ke stasiun
kereta api. Namun sebelum pergi ke stasiun saya mengisi air minum dahulu ke
dalam botol. ketika sedang mengisi minum Saya di sapa oleh beberapa remaja yang
berasal dari Indonesia. Mereka merupakan mahasiswa UGM. Perkenalan yang singkat
membuat saya lupa siapa nama mereka.
Mereka tidak langsung pergi melanjutkan perjalanan melainkan
singgah dahulu di masjid untuk beristirahat kemudian lanjut pergi. Tujuan
pertama mereka sama seperti saya yaitu Bangkok.
Selesai mengisi air minum saya pun pamit untuk pergi menuju ke
stasiun. Sebelum berangkat ke Bangkok saya beli makan siang dahulu. dan mampir
ke mini market untuk membeli persediaan makanan.
Perjalanan dari Hat Yai ke Bangkok kurang lebih menghabiskan waktu
17 jam. Berangkat dari Hat Yai 03.30 p.m sampai di Bangkok pukul 10 a.m
No comments:
Post a Comment