Thursday 14 November 2013

Masjid Pakistan Hat Yai Thailand


Jumat,17 Juli 2012 yang lalu saya tiba di Hat Yai Thailand. Setibanya itu, saya mencari bis untuk ke Bangkok, tujuan pertama saya ke Thailand ialah Bangkok. Mencari bis menuju ke Bangkok pada pagi itu tidaklah mudah. Semua menetapkan harga yang tinggi. Membuat saya berpikir hingga berkali-kali. Untung dari tempat pemberhentian bis saya itu tidak jauh dari stasiun kereta api, setelah melihat harga yang di tawarkan oleh kasir stasiun kereta api, membuat saya memilih menggunakan kereta api untuk ke Bangkok.

Setelah mendapatkan tiket kereta api,saya berjalan mencari masjid untuk melakukan solat Jumat. Kebetulan saya tiba di Hat Yai hari Jumat. Lokasi stasiun kereta api Hat Yai tidak jauh dari masjid. Berbekal peta yang diberikan oleh petugas informasi di stasiun. Saya pun melangkah menuju masjid tersebut. Dalam perjalanan saya dapat memperhatikan sekeliling kota Hat Yai yang tidak begitu ramai dan tidak begitu sepi. Semua manusia memiliki aktivitasnya masing-masing. Kebetulan kawasan masjid tersebut dekat dengan pasar tradisional.

Setibanya di masjid, saya beristirahat sejenak melepas segala lelah selama perjalanan yang cukup memakan tenaga dan waktu. Masjid tersebut bernama Masjid Pakistan Hat Yai Thailand, masjid yang mayoritas jamaahnya berasal dari bangsa melayu. Perjalanan jauh menuju Thailand yang ditempuh menggunakan bis dari Bugis Street Singapura ke Johor Baru,Malaysia dan dilanjutkan ke Pudu Raya,Kualalumpur,Malaysia hingga tiba di Hatyai Thailand membuat diri saya sangat lelah. 

Di salah satu sudut masjid itu saya beristirahat sejenak. Saya terpikir saya belum mandi selama berjam-jam, hingga saya keluarkan alat mandi saya, kemudian bergegas ke kamar kecil untuk mengembalikan kesegaran tubuh saya. Dengan mandi saya dapat merasakan segarnya dunia, bayangkan selama dua hari saya belum mandi. Badan sudah segar saya pun bergegas menuju ke dalam masjid, saat saya sedang santai menunggu solat Jumat. Seseorang menghampiri saya, saya pun menyambut hangat kedatangnya. Ia melihat bawaan saya cukup banyak. Ia bertanya dengan menggunakan bahasa Thailand, saya jawab juga dengan bahasa thailand yang artinya “maaf saya tidak bisa bahasa Thailand, saya Indonesia” Ia pun tidak merasa heran dan ia langsung menjawab dengan menggunakan bahasa Melayu “Thailand dan Indonesia wajahnya mirip”. Saya pun tertawa karena setiap perjalanan menuju thailand banyak yang bicara dengan saya dengan bahasa Thailand namun saya hanya mampu memberikan senyuman.

Nama orang itu ialah bapak H. Romli. Ia merupakan keturunan bangsa minangkabau. Namun ia tidak pernah pergi ke daerah nenek moyangnya itu berasal. Bapak Romli sangatlah ramah. Ia bercerita banyak tentang Indonesia dan Thailand. Saya cukup senang ternyata ada orang yang mampu berbahasa melayu di tengah banyaknya yang berbahasa Thailand yang membuat saya sangat kesulitan. Apalagi di Hat Yai itu mayoritas penduduknya tidak bisa berbahasa Inggris. Alhasil pertemuan saya dengan bapak H. Romli itu diisi oleh pertanyaan mengenai bagaimana cara menuju Bangkok. Ia memberi petunjuk untuk naik kereta api, karena lebih murah dan lumayan cepat di bandingkan bis. Namun jika saya ingin lebih nyaman dan lebih cepat, saya perlu mengeluarkan uang baht lebih untuk membayar mobil van. jelas pilihan menaiki naik van saya tidak ambil.

Sedang asyik mengobrol dengan bapak H. Romli seseorang berbaju putih, menggunakan penutup kepala putih berjalan pincang menghampiri kami. ia tidak bisa berbahasa Thailand maupun Melayu, ia hanya bisa berbahasa Inggris. Orang tersebut bernama Hamid, ia berasal dari India. Ia sangat tertarik mendengar obrolan kami. Namun kendala bahasa membuat ia tidak mengerti. Setelah cukup panjang lebar bapak H. Romli pun berjalan pergi, saya pun lanjut ngobrol dengan Hamid, kami banyak membicarakan mengenai India,Indonesia,Thailand.

“100 rupee = 100 baht, Thailand negara yang terjangkau bagi saya”, kata hamid
“kalau negara saya 30.000 rupiah = 100 baht” balas saya
“kenapa Indonesia uangnya terlalu murah”
“saya hanya menjawab dengan senyum”
Dengan menunjukan uang 5000 rupiah ke saya Hamid bertanya,” jadi berapa baht jika saya mau tukar ?”
“Sekitar 16 baht”
“kecil sekali, padahal nolnya banyak” Kami pun tertawa

Hamid merupakan pengembara dari India, misinya ialah berdakwah. Sambil mengobrol, ia menunjukan paspor dan mata uang negara-negara yang pernah ia singgahi. Hampir seluruh Asia ia pernah kunjungi, kecuali Korea dan Jepang. Melihat sosoknya saya belum ada apa-apanya, saya baru tiga negara. Dan misi saya tidak sama dengan Hamid yang berkelana menyebar dakwaah, saya hanya mencari pengalaman dan menulis pengalaman itu kedalam komputer dan saya sebar tulisan-tulisan itu ke dunia maya ataupun dunia nyata.

“Hamid bertanya, siapa nama kamu ?”
“Nama saya Pria, jawab saya”
“Priya?”
“Iyaa, pria”
“Pria di India artinya cantik / Indah. Tidak ada laki-laki di India bernama pria”
Saya pun tertawa mendengarnya
“Di negara saya Indonesia, Pria itu artinya laki-laki”
“Sama bahasa beda arti,yah”
Kami pun tertawa.

Cukup lama kami mengobrol, Hamid pun minta izin karena waktu solat Jumat mau masuk namun dirinya belum membersihkan tubuhnya dengan mandi.

Masjid Paskitan, Hat Yai, memang tempat yang cukup enak untuk musafir singgah, disana terdapat air minum yang disediakan oleh petugas masjid. Tempat air minum itu berupa galon raksasa, kita bisa meminum air dingin atau hangat. Kebetulan saya membawa botol minum saya pun mengisinya hingga penuh untuk bekal minum di jalan. Di masjid itu pun terdapat kamar mandi yang cukup banyak dan dapur yang cukup luas.

Setelah saya di tinggal oleh Hamid dan bapak H. Romli seseorang berbaju hitam menghampiri saya. Ia mengaku berasaal dari solo yang sekarang bertempat tinggal di daerah Kalimantan Barat. Saya cukup senang bertemu dengan orang Indonesia karena walau saya di negara asing, yang serba asing membuat saya dekat dengan negara saya,Indonesia.

Ia bernama bapak Tan Mala. Ia berada di Thailand itu karena misi dakwaah. Sudah cukup banyak negara ASEAN yang ia singgahi. Baru saja ia pulang dari Kamboja kemudian ke Thailand lalu balik lagi ke Indonesia.

Ia menawari saya untuk bergabung bersama kelompoknya untuk menyebar dakwah di ASEAN, bahkan jika nanti saya bagus dalam berdakwah bisa keliling Eropa katanya. Dari tawaran tersebut jelas sangat menggoda. Siapa yang tidak mau berkeliling Eropa. Namun saya paham betul siapa saya. Saya belum mampu untuk menyebar dakwah. Saya menolak secara halus dari tawarannya itu.

Dengan panjang lebar ia menceritakan kisah perjalanan dakwahnya itu. Lumayan lama bapak Tan Mala bercerita hingga waktu solat Jumat pun tiba. Setelah selesai solat Jumat saya pun bergegas menuju ke stasiun kereta api. Namun sebelum pergi ke stasiun saya mengisi air minum dahulu ke dalam botol. ketika sedang mengisi minum Saya di sapa oleh beberapa remaja yang berasal dari Indonesia. Mereka merupakan mahasiswa UGM. Perkenalan yang singkat membuat saya lupa siapa nama mereka.
Mereka tidak langsung pergi melanjutkan perjalanan melainkan singgah dahulu di masjid untuk beristirahat kemudian lanjut pergi. Tujuan pertama mereka sama seperti saya yaitu Bangkok.

Selesai mengisi air minum saya pun pamit untuk pergi menuju ke stasiun. Sebelum berangkat ke Bangkok saya beli makan siang dahulu. dan mampir ke mini market untuk membeli persediaan makanan.

Perjalanan dari Hat Yai ke Bangkok kurang lebih menghabiskan waktu 17 jam. Berangkat dari Hat Yai  03.30 p.m sampai di Bangkok pukul 10 a.m

No comments:

Post a Comment