Aris, seorang pria kurus
berusia lanjut, menatap rindu ke perahu layar yang berpacu. Mata teduh
menyiratkan pengalaman membatu tentang laut dan sandeq.
Namun di keteduhan itu, ia terus siaga, menatap tajam pada sandeq bernama Surya Persada.
Takut-takut ada kerusakan yang timbul di perahu layar itu.
Ia terombang-ambing
selama beberapa jam di dalam kapal body, sebutan untuk kapal
bermesin tanpa layar. Di depan mata, pacuan sandeq tengah berlangsung. Sebuah
tradisi kuat yang mengakar dari generasi ke generasi.
Aris seorang tukang
perahu. Ia bertugas melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan pada perahu
layar khas suku Mandar atau dikenal dengan sebutan sandeq.
Namun, di saat muda, ia kerap turun sebagai peserta lomba sandeq.
Aris sendiri tak yakin berapa usianya sekarang. Ia hanya tahu usianya sudah
lebih dari setengah abad.
"Ya, rindu juga
ikut lomba sandeq," tuturnya
sambil tertawa seusai lomba Etape 3 (rute segitiga Majene) Sandeq Race, di
Majene, Provinsi Sulawesi Barat, Senin (3/9/2012).
Provinsi Sulawesi
Barat (Sulbar) yang baru berusia delapan tahun sebagai hasil pemekaran dari
Sulawesi Selatan itu memang belum tenar. Majene, sebagai salah satu kabupaten
di Sulbar, sempat tenar sesaat akibat peristiwa jatuhnya Adam Air pada tahun
2007. Saat itu, pesawat diperkirakan jatuh di seputaran perairan Majene yang
disebut-sebut sebagai "Segitiga Bermuda"-nya Indonesia.
Majene dan tiga
kabupaten lainnya di Sulbar memang berada di pesisir pantai. Sulbar sendiri
memiliki lima kabupaten. Tak heran, jika Suku Mandar pun memiliki tradisi kuat
dalam mengarungi laut.
Perahu
layar tercepat
Bentuk sandeq begitu ramping, tetapi panjang.
Lebarnya hanya tak sampai satu meter dan panjang sekitar 12 sampai 13 meter. Bentuknya
meruncing, baik di depan maupun di belakang. Sandeqtradisional yang
digunakan untuk balap hanya mengandalkan kekuatan angin untuk melaju.
Layar terbentang begitu
tinggi dan lebar, seakan tak sebanding dengan badan perahu yang ramping. Tinggi
tiang layar mencapai 16 meter. Sementara itu, lebar layar sekitar 12 meter.
Dari tepi pantai, layar itu menari-nari ditiup angin. Di kala angin tak
bersahabat, pengendara sandeq pun terpaksa mendayung.
Ada dua versi mengenai
asal-usul nama sandeq. Satu hal yang
pasti, sandeq berarti 'runcing'. Versi pertama
menyebutkan bahwa runcing yang dimaksud adalah badan perahu yang kedua ujungnya
meruncing. Sementara itu, versi kedua dituturkan oleh Ahmad Hasan, petugas di
Museum Mandar. "Karena ujung layarnya runcing, makanya disebut sandeq,"
ungkapnya.
Museum Mandar sendiri
cocok menjadi tempat untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai
perahu-perahu khas Mandar, termasuk sandeq. Sementara itu,
untuk melihat pembuatan langsung perahu sandeq, kita bisa ke daerah Cilalang
dan beberapa tempat lainnya di seputar Majene ataupun Polewali Mandar.
Perahu ini dibuat dari
kayu yang berasal dari pohon tipulu, sejenis pohon
meranti; juga dengan tambahan kayu ulin. Sandeq juga dilengkapi bambu dan paku
pun terbuat dari kayu. Walau tradisional,sandeq mengalami beberapa inovasi. Penggunaan
tripleks menjadi inovasi yang dilakukan.
Keunikan lainnya adalah
warna perahu yang seragam, warna putih. Dari kejauhan, saat sandeq-sandeqberjejeran,
warna putih tersebut begitu kontras dengan birunya lautan. Beberapa orang
menyebutkan warna putih merupakan tradisi dari kepercayaan nenek moyang untuk
menghalau roh jahat yang bisa datang mengganggu saat melaut.
Versi lain menyebutkan
warna putih dimaksudkan agar mudah terlihat di malam hari saat nelayan pergi
mencari ikan. Ya, sandeq sebenarnya perahu yang digunakan
nelayan mengarungi lautan untuk menangkap ikan. Tak main-main, sandeq bisa berlayar hingga Kalimantan,
bahkan lebih.
"Saya dulu berlayar
sampai Lombok untuk mencari ikan. Perlu waktu tiga hari tiga malam,"
ungkap Aris.
Konon, sandeq merupakan perahu layar
tradisional tercepat di dunia. Menurut Qadir Tahir, Kepala Dinas Pemuda
Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Majene, sebuah penelitian yang dilakukan
orang Perancis menunjukkan bahwa sandeq merupakan perahu tradisional yang
tercepat di kelasnya di dunia.
Sandeq memang pernah
dikirim ke Perancis pada Juli 2012 dalam ajang Les Tonnerres de Brest Festival.
Aksad, salah satu peserta Sandeq Race 2012, dengan sandeq bernama Bress
Perancis, salah satu saksi peristiwa bersejarah itu.
Bress Perancis yang
diunggulkan dalam Sandeq Race 2012 ternyata memiliki "kakak". Begitu
sebutan yang dijuluki Aksad. Perahu "kakak" yang ia maksud adalah sandeq lain yang dimilikinya. Bersama
dua perahu lainnya, sandeq miliknya tampil di Perancis.
"Saya datang ke
Perancis bersama tim untuk melayarkan sandeq. Sambutannya
meriah," tuturnya.
Ia mengungkapkan,
Darwin, juru kemudi yang menjalankan sandeq Bress Perancis ataupun sandeqyang
dikirim ke Perancis, sampai didatangi banyak orang untuk mencari tahu. Sesaat,
mereka bagai selebriti.
"Pak Darwin disebut
'kapten kapal' oleh orang-orang di sana," katanya sambil tersenyum bangga.
Sampai saat ini, ketiga
perahu tersebut masih ada di Perancis. Saat itu, sandeq mewakili Indonesia dalam
festival bahari yang bertempat di Bretagne, Perancis, tersebut pada 13-19 Juli
2012.
Kala itu, sandeq tampil bersama 2.500 perahu
layar lainnya, berasal dari berbagai penjuru dunia. Ajang yang berlangsung
setiap empat tahun itu ibarat panggung unjuk gigi bagi sandeq untuk tampil di mata dunia.
Seperti dikutip dari
situs resmi Les Tonnerres de Brest Festival 2012, festival ini dikunjungi lebih
dari satu juta orang dari berbagai negara. Indonesia menjadi satu dari lima
negara yang khusus diundang festival, termasuk Meksiko, Rusia, Norwegia, dan
Maroko.
Orang Mandar memang
patut berbangga pada sandeq. Hal itu pun masih terlihat
hingga kini. Para peserta Sandeq Race banyak yang tak sekadar mengejar uang
sebagai hadiah perlombaan, tetapi lebih dari itu.
"Bukan uang yang
saya kejar. Ini hobi dan kebanggaan," kata Aksad.
Saat Sandeq Race 2012
berlangsung, anak-anak kecil yang ikut bersorak menyemangati sandeqbegitu
terpesona pada perahu tersebut. Mereka lahir dan besar di Majene. Beberapa anak
saat ditemui mengungkapkan kekaguman mereka pada sandeq.
Seakan impian mereka adalah bisa mengarungi lautan dengan sandeq.
"Ya, Kak, nanti
kalau sudah besar mau ikut balap sandeq," ujar seorang
anak.
Dengan riwayat pernah
tampil di mata dunia, pantaslah jika sandeq menjadi ikon budaya dan ikon
wisata Mandar. Terlebih lagi, Sulbar memiliki lomba tahunan Sandeq Race yang
bisa menjadi ajang promosi pariwisata Sulbar... (bersambung)
No comments:
Post a Comment